ADIYATI SRINGATI
ADIYATI SRINGATI
ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI ADIYATI

Apa kesukaanmu?

Rabu, 05 Mei 2010

apakah alasan aku jatuh cinta? apakah alasan ke terpesona oleh matanya? apakah alasan ku dapat terpikat olehnya? apa?apa? mengapa? cinta yang sungguh kubenci kini merasuk kehati  sugguh perbuatanku melawan kesakrallanku aturanku? sungguh hinanya diriku!!!

Kamis, 04 Maret 2010

ceramah

Kesesatan Ajaran “Penyatuan Agama”

Segala puji hanyalah milik Allah semata. Shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad yang tidak ada lagi Nabi setelahnya, kepada keluarga, para sahabat dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari pembalasan.

Amma ba’du:

Al Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al ‘Ilmiyyah wal Ifta’ (Komisi Fatwa di Saudi Arabia, pen) telah disodorkan beberapa pertanyaan mengenai permasalah yang tersebar di berbagai negeri yaitu dakwah penyatuan agama: Islam, Yahudi dan Nashrani. Dari pemikiran ini muncul pendapat tentang bolehnya membangun masjid kaum muslimin, gereja Nashrani dan tempat ibadah Yahudi dalam satu area secara bergandengan. Dakwah penyatuan agama ini juga membolehkan penerbitan tiga kitab (berisi Al Quran, Taurat dan Injil) sekaligus dalam satu cover. Masih banyak dampak dari dakwah ini dengan adanya perkumpulan dan berbagai pertemuan di belahan dunia barat dan timur.

Pertama: Di antara keyakinan pokok dalam Islam yang sudah pasti diketahui dan telah disepakati oleh seluruh (ulama) kaum muslimin (baca: ijma’) bahwa tidak ada di muka bumi ini agama yang paling benar selain agama Islam. Agama ini adalah penutup seluruh agama. Agama ini menghapus seluruh ajaran agama-agama sebelumnya. Tidak lagi tersisa di muka bumi yang menyembah Allah dengan benar selain agama Islam. Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الدِّينَ عِنْدَ اللَّهِ الْإِسْلَامُ

“Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (QS. Ali Imron: 19)

الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا

“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu.” (QS. Al Maidah: 3)

وَمَنْ يَبْتَغِ غَيْرَ الْإِسْلَامِ دِينًا فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِي الْآَخِرَةِ مِنَ الْخَاسِرِينَ

“Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi.” (QS. Ali Imron: 85)

Yang dimaksud dengan Islam setelah diutusnya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah ajaran yang dibawa oleh beliau dan bukan yang dimaksud dengan ajaran selainnya.

Kedua: Yang juga termasuk pokok aqidah Islam yaitu Kitabullah (Al Qur’anul Karim) adalah kitab terakhir yang diturunkan oleh Allah, Rabb semesta alam. Al Qur’an adalah penghapus kitab Taurat, Zabur, Injil dan seluruh kitab yang diturunkan sebelumnya. Al Qur’an adalah sebagai hakim (ukuran untuk menentukan benar tidaknya ayat-ayat yang diturunkan dalam kitab-kitab sebelumnya, pen). Tidak ada satu pun kitab yang diturunkan saat ini yang memberi petunjuk untuk beribadah pada Allah dengan benar selain Al Qur’anul Karim. Allah Ta’ala berfirman,

وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الْكِتَابَ بِالْحَقِّ مُصَدِّقًا لِمَا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنَ الْكِتَابِ وَمُهَيْمِنًا عَلَيْهِ فَاحْكُمْ بَيْنَهُمْ بِمَا أَنْزَلَ اللَّهُ وَلَا تَتَّبِعْ أَهْوَاءَهُمْ عَمَّا جَاءَكَ مِنَ الْحَقِّ

“Dan Kami telah turunkan kepadamu Al Quran dengan membawa kebenaran, membenarkan apa yang sebelumnya, yaitu kitab-kitab (yang diturunkan sebelumnya) dan sebagai hakim terhadap kitab-kitab yang lain itu; maka putuskanlah perkara mereka menurut apa yang Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu.” (QS. Al Maidah: 48)

Ketiga: Seorang muslim wajib mengimani bahwa taurat dan injil telah dihapus dengan Al Qur’anul Karim Perlu diketahui bahwa Taurat dan injil telah mengalami penyelewengan, penggantian, penambahan dan pengurangan sebagaimana hal ini telah dijelaskan dalam Al Qur’anul Karim. Di antaranya kita dapat melihat pada ayat,

فَبِمَا نَقْضِهِمْ مِيثَاقَهُمْ لَعَنَّاهُمْ وَجَعَلْنَا قُلُوبَهُمْ قَاسِيَةً يُحَرِّفُونَ الْكَلِمَ عَنْ مَوَاضِعِهِ وَنَسُوا حَظًّا مِمَّا ذُكِّرُوا بِهِ وَلَا تَزَالُ تَطَّلِعُ عَلَى خَائِنَةٍ مِنْهُمْ إِلَّا قَلِيلًا مِنْهُمْ

“(Tetapi) karena mereka melanggar janjinya, Kami kutuki mereka, dan Kami jadikan hati mereka keras membatu. Mereka suka merubah perkataan (Allah) dari tempat-tempatnya, dan mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diperingatkan dengannya, dan kamu (Muhammad) senantiasa akan melihat kekhianatan dari mereka kecuali sedikit diantara mereka (yang tidak berkhianat).” (QS. Al Maidah: 13)

فَوَيْلٌ لِلَّذِينَ يَكْتُبُونَ الْكِتَابَ بِأَيْدِيهِمْ ثُمَّ يَقُولُونَ هَذَا مِنْ عِنْدِ اللَّهِ لِيَشْتَرُوا بِهِ ثَمَنًا قَلِيلًا فَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا كَتَبَتْ أَيْدِيهِمْ وَوَيْلٌ لَهُمْ مِمَّا يَكْسِبُونَ

“Maka kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; “Ini dari Allah”, (dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu. Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang mereka kerjakan. ” (QS. Al Baqarah: 79)

وَإِنَّ مِنْهُمْ لَفَرِيقًا يَلْوُونَ أَلْسِنَتَهُمْ بِالْكِتَابِ لِتَحْسَبُوهُ مِنَ الْكِتَابِ وَمَا هُوَ مِنَ الْكِتَابِ وَيَقُولُونَ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَمَا هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ وَيَقُولُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ وَهُمْ يَعْلَمُونَ

“Sesungguhnya di antara mereka ada segolongan yang memutar-mutar lidahnya membaca Al Kitab, supaya kamu menyangka yang dibacanya itu sebagian dari Al Kitab, padahal ia bukan dari Al Kitab dan mereka mengatakan: “Ia (yang dibaca itu datang) dari sisi Allah”, padahal ia bukan dari sisi Allah. Mereka berkata dusta terhadap Allah sedang mereka mengetahui. ” (QS. Ali Imron: 78)

Oleh karena itu, setiap ajaran yang benar yang ada dalam kitab-kitab sebelum Al Qur’an, maka ajaran Islam sudah menghapusnya (menaskh-nya). Selain ajaran yang benar tersebut berarti telah mengalami penyelewengan dan penggantian. Ada riwayat yang shahih yang menceritakan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah marah ketika Umar bin Al Khottob radhiyallahu ‘anhu melihat-lihat lembaran taurat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفِي شَكٍّ أَنْتَ يَا بْنَ الخَطَّابِ؟ أَلَمْ آتِ بِهَا بَيْضَاءُ نَقِيَّةٌ؟! لَوْ كَانَ أَخِيْ مُوْسَى حَيًّا مَا وَسَعَهُ إِلاَّ اتِّبَاعِي رواه أحمد والدارمي وغيرهما.

“Apakah dalam hatimu ada keraguan, wahai Ibnul Khottob? Apakah dalam taurat (kitab Nabi Musa, pen) terdapat ajaran yang masih putih bersih?! (Ketahuilah), seandainya saudaraku Musa hidup, beliau tetap harus mengikuti (ajaran)ku.” (HR. Ahmad, Ad Darimi dan selainnya)[1]

Disimpan di Uncategorized 3 weeks, 4 days ago

Tinggalkan sebuah Komentar
ADAB- ADAB DALAM MAJELIS

Ma’asyiral Muslimin Rahimakumullah Firman Allah Subhanahu Wata’ala : إِنَّ هَذِهِ أُمَّتُكُمْ أُمَّةً وَاحِدَةً وَأَنَا رَبُّكُمْ فَاعْبُدُونِ “Sesungguhnya (agama Tauhid) ini adalah agama kamu semua, agama yang satu dan Aku adalah Tuhanmu, maka sembahlah Aku.” (Al-Anbiya`: 92). Umat Islam adalah umat yang satu dan bersatu. Satu dalam akidah dan ibadah dan bersatu di atas akidah dan ibadah yang lurus dengan berpegang kepada tali Allah dan petunjuk Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Satu, ibarat bangunan kokoh, sebagian memperkuat sebagian yang lain. Satu, sehingga dalam kasih sayang dan belas kasih, ibarat satu tubuh, di mana jika salah satu anggotanya sakit, maka yang lain akan merasakannya. Satu, maka seorang dari umat ini belum dianggap meraih derajat iman yang sempurna sebelum dia mencintai saudaranya sebagaimana dia mencintai dirinya. Satu, oleh karena sebagian dari umat tidak menganiaya sebagian yang lain, tidak membohonginya, tidak mengkhianatinya, tidak menyerahkannya pada musuh, tidak menghinanya, tidak saling memunggungi, tidak saling iri dengki dan tidak bahu membahu dalam kejahatan dan kemungkaran, karena mereka adalah hamba-hamba Allah Subhanahu Wata’ala yang bersaudara. Kaum Muslimin Rahimakumullah Umat Islam adalah umat yang satu dan bersatu. Kesatuan dan persatuan ini harus dijaga, dipertahankan, dirawat dan dipupuk sebaik dan semaksimal mungkin, dan majelis adalah salah satu sa-rana dan jembatan untuk itu. Oleh karena itu, Allah q mensyariat-kan kepada umat untuk mendatangi majelis-majelis dalam beberapa waktu dan keadaan seperti shalat lima waktu, shalat Jum’at, shalat Id, haji, majelis-majelis dzikir dan ilmu, hal itu karena berkumpul dan bermajelis memupuk hubungan baik dan cinta kasih, menying-kirkan kebencian dan terputusnya hubungan baik di antara mereka, membuat setan yang membenci ijtima’ mereka di atas kebaikan dan berusaha merusak hubungan baik di antara mereka menjadi kecele, menumbuhkan sikap berlomba-lomba dalam kebaikan, sebagian meneladani yang lain, sebagian mengajar kepada yang lain, sebagian belajar dari yang lain, begitu pula teraihnya pahala agung dengan majelis yang tidak diraih dalam keadaan menyendiri. Kaum Muslimin Rahimakumullah Jika hikmah yang diharapkan dari berkumpul dan bermajelis adalah demikian, maka tidak semua majelis layak diadakan dan dihadiri. Majelis-majelis dunia murni yang berisi permainan sia-sia, pembicaraan tidak berguna (ngalor-ngidul), haruslah dihindari, lebih-lebih majelis yang membuat orang yang menghadirinya lalai dari Allah dan ayat-ayatNya, majelis ini tidak patut dan tidak layak untuk dihadiri oleh seorang Muslim. Sebaliknya majelis yang patut dihadiri dan sudah selayaknya jika seorang Muslim menjadi salah satu anggotanya adalah majelis-majelis ibadah, seperti yang telah khatib singgung di awal khutbah ini, termasuk pula majelis dzikir, yakni majelis ilmu tentang kitab Allah dan Sunnah Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam. Atha` bin Abu Rabah Rahimahullah, salah seorang murid Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma berkata, “Majelis dzikir adalah majelis-majelis (yang mempela-jari) halal dan haram, bagaimana kamu membeli, menjual, bagai-mana kamu shalat, puasa, haji, menikah, mentalak dan lain-lain.” Dalam konteks ini Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِي بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ الله يَتْلُوْنَ كِتَابَ الله، وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ، إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ الله فِيْمَنْ عِنْدَهُ. “Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah, mereka membaca kitab Allah, dan mempelajarinya di antara mereka, kecuali ketenangan turun kepada mereka, rahmat menaungi mereka, malai-kat mengelilingi mereka dan Allah menyebut-nyebut mereka kepada para malaikat di sisiNya.” (HR. Muslim dari Abu Hurairah. Mukh-tashar Shahih Muslim, no. 1888). Dari Mu’awiyah Radhiallahu ‘anhu, dia berkata : إِنَّ رَسُوْلَ الله صلى الله عليه وسام خَرَجَ عَلَى حَلَقَةٍ مِنْ أَصْحَابِهِ فَقَالَ: مَا أَجْلَسَكُمْ؟ قَالُوْا: جَلَسْنَا نَذْكُرُ الله، وَنَحْمَدُهُ عَلَى مَا هَدَانَا لِلْإِسْلَامِ، وَمَنَّ بِهِ عَلَيْنَا قَالَ: وَالله، مَا أَجْلَسَكُمْ إِلَّا ذَاكَ؟ قَالُوْا: وَالله، مَاأَجْلَسَنَا إِلَّا ذَاكَ. قَالَ: أَمَّا إِنِّيْ لَمْ أَسْتَحْلِفْكُمْ تُهْمَةً لَكُمْ، وَلَكِنَّهُ أَتَانِيْ جِبْرِيْلٌ فَأَخْبَرَنِيْ أَنَّ الله يُبَاهِي بِكُمُ الْمَلَائِكَةَ. “Sesungguhnya Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam keluar menemui kumpulan sahabat-sahabatnya, beliau bertanya, ‘Apa yang membuat kalian duduk?’ Mereka menjawab, ‘Kami duduk berdzikir kepada Allah dan memu-jiNya atas nikmat petunjukNya kepada kami kepada Islam.’ Beliau bertanya, ‘Demi Allah, hanya itu yang membuat kalian duduk (ber-kumplul begini)?’ Mereka menjawab, ‘Demi Allah, hanya itu yang membuat kami duduk (berkumpul ini).’ Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ‘Ketahuilah, sesungguhnya aku tidak meminta kalian bersumpah karena aku menuduh kalian, akan tetapi Jibril ‘Alahissalam mendatangiku dan mengabarkan kepadaku bahwa Allah ‘Azzawajalla membanggakan kalian di depan para malaikat.’ (HR. Muslim, Mukhtashar Shahih Muslim, no. 1889). Kaum Muslimin Rahimakumullah Majelis yang benar-benar mulia, majelis yang dinaungi rahmat, dihadiri malaikat, dipayungi ketenangan dan dibanggakan oleh Allah di hadapan malaikat, adalah majelis yang harus diusahakan dan dihadiri. Kaum Muslimin Rahimakumullah Karena majelisnya merupakan ijtima’ alal khair (berkumpul di atas kebaikan) sasarannya pun merupakan kebaikan dan sepa-tutnya ia dihadiri, maka demi melengkapi kebaikan tersebut, sudah sepatutnya yang hadir memperhatikan adab-adab berikut: [1]. Hendaknya hadir dalam keadaan bersih. Bersih badan dan pakaian, hal ini merujuk kepada disyariatkannya mandi, berpakaian bagus dan memakai minyak wangi untuk shalat Jum’at yang meru-pakan salah satu majelis kebaikan. Dari sini benarlah apa yang di-katakan oleh sebagian ulama, “Semua kesempatan yang disyariat-kan berkumpul, disyariatkan pula mandi dan bersih diri.” Hadir dengan badan dan pakaian kotor, aromanya hanya akan meng-ganggu saudara-saudara yang lain yang menghadirinya termasuk para malaikat yang juga ikut hadir di dalamnya. Dari sinilah, maka Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam tidak mengizinkan orang yang makan bawang merah dan bawang putih (mentah) untuk menghadiri masjid, beliau men-jelaskan alasannya, yaitu para malaikat terganggu dengan baunya sebagaimana Bani Adam juga terganggu. Saat ini bawang jarang di-makan, kecuali dalam keadaan telah dimasak dan itu mematikan aromanya, justru saat ini muncul yang lebih busuk aromanya dan sangat berbahaya akibatnya, yakni rokok. Maka sangat tidak patut bagi seorang Muslim hadir di majelis kebaikan dan menjepit rokok di kedua jarinya, karena di samping merugikan dan mengganggu juga membuat malaikat enggan menghadiri majelis tersebut, karena mereka juga terganggu dengan bau busuknya. Celakanya hal se-perti ini tidak jarang terjadi. Khatib sering menjumpai di beberapa majelis pengajian, bahkan pengajian tersebut diadakan di masjid, di sebagian lembaga pendidikan yang bernafas agama, lebih celaka lagi, justru pelopornya adalah si pemberi pengajian atau si pendi-dik itu sendiri. Kita berlindung kepada Allah dari ilmu yang tidak berguna. Kaum Muslimin Rahimakumullah [2]. Karena salah satu hikmah ijtima’ di sebuah majelis adalah memupuk hubungan baik di antara sesama Muslim, maka hendak-nya yang hadir mengucapkan salam dan berjabat tangan. Salam, kata Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam, menumbuhkan rasa cinta kasih dan berjabat tangan merupakan bukti perdamaian dan sebab ampunan. Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “ إِذَا انْتَهَى أَحَدُكُمْ إِلَى الْمَجْلِسِ فَلْيُسَلِّمْ، فَإِذَا أَرَادَ أَنْ يَقُوْمَ فَلْيُسَلِّمْ. “Apabila salah seorang di antara kalian sampai di suatu majelis, maka hendaknya dia memberi salam. Dan jika hendak berdiri, maka hen-daknya memberi salam.” (HR. Abu Dawud, no. 5208 dan at-Tir-midzi, no. 2711, at-Tirmidzi berkata, “Hadits hasan.” Sanadnya dihasankan oleh Syu’aib al-Arna`uth dalam Tahqiq Riyadh ash-Shalihin, bab 139, hadits no. 1/86). Dari al-Bara` Radhiallahu ‘anhu, ia berkata, Rasulullah Sallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : مَا مِنْ مُسْلِمَيْنِ يَلْتَقِـيَانِ فَيَتَصَافَحَانِ إِلَّا غُفِـرَلَهُمَا قَبْلَ أَنْ يَفْتَرِقَا. “Tidaklah dua orang Muslim bertemu, lalu keduanya berjabat tangan, kecuali keduanya diampuni sebelum keduanya berpisah.” (HR. Abu Dawud, no. 5214 dan at-Tirmidzi, no. 2732; dihasankan oleh al-Arnauth dalam Tahqiq Riyadh ash-Shalihin, bab 143, hadits no. 3/887). Kaum Muslimin Rahimakumullah